21 Juni 2008

Penjara Bagi Petani Kreatif

TEMPO Interaktif, Kediri:Puluhan petani dan aktifis Masyarakat Peduli Petani (MPP) Kediri berunjuk rasa di bawah patung pejuang PETA, Suprijadi di Taman Sekartadji Kediri, Jawa Timur, Minggu (28/8).

Mereka memprotes sikap arogan PT Benih Inti Subur Intani (BISI) Kediri yang telah menuntut hingga pengadilan memvonis hukuman penjara bagi Djumadi, 50 tahun, petani asal Desa Jobong, Kecamatan Kras, Kabupaten Kediri. Selain Djumadi, lima petani yang lain juga mendapat hukuman atas vonis Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Kediri.

Dawud, koordinator MPP menyatakan, aksi yang mereka gelar di dekat Lembaga Pemsyarakatan Kelas II-A Kediri itu dilakukan untuk menyambut berakhirnya masa tahanan Djumadi di Lapas Kediri, Minggu (28/8) pukul 08.00 wib. Aksi itu juga dimaksudkan untuk memprotes keputusan pengadilan yang dianggap tidak adil.

PT BISI dan Pengadilan Negeri (PN)N Kabupaten Kediri, menurut Dawud, sengaja merekayasa ketentuan yang diatur dalam UU No 12/1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman untuk menjerat para petani.
"Bagaimana mungkin petani dipidana dengan tuduhan memalsukan dan menjiplak bibit. UU No 12/1992 sama sekali tidak mengatur soal itu,"kata Dawud.

Sengketa antara petani dengan PT BISI bermula saat PT BISI menunjuk 10 petani sebagai mitra perusahaan untuk melakukan kerja sama selama tahun 1994 hingga 1998. Dalam kurun waktu itu, Tukirin, 53, salah seorang anggota kelompok tani dari Nganjuk berhasil meraih predikat sebagai petani terbaik dan memperoleh hadiah mesin pemipil jagung dari PT BISI. Saat itu Tukirin menanam jagung dengan benih dari PT BISI di areal lahan seluas 2.800 meter persegi.

Setelah masa kerja sama berakhir, Tukirin dengan dibantu empat petani lainnya, yaitu Suprapto, (50) warga Desa Ngronggot, Kecamatan Ngronggot, Nganjuk,
Dawam (55), Slamet (45) dan Kusen (50), ketiganya warga Desa Jobong, Kecamatan Keras, Kabupaten Kediri, berinisiatif membuat pembibitan seperti yang mereka lakukan.

Usaha dan kerja keras berbekal dari pengetahuan yang mereka miliki selama menjadi petani binaan PT BISI akhirnya berhasil membuahkan penemuan bibit jagung varietas baru yang mirip dengan benih yang diproduksi PT BISI.

Kesuksesan itu selanjutnya mereka tindak lanjuti dengan melakukan penjualan bibit mereka kepada sesama petani dengan harga sangat murah. Mereka menjual benih itu dengan harga Rp 4 ribu-6 ribu per kilogram. Bibit dengan harga murah itu langsung tersebar ke para petani lain. Hal itu disebabkan kualitas dan mutu bibit jagung mereka jauh lebih bagus dari benih yang diproduksi PT BISI yang harganya relatif mahal, yaitu Rp 17 ribu per kilogram.

PT BISI menganggap para petani sebagai kompetitor. Dengan tuduhan melanggar UU Sistem Budidaya Tanaman, PT BISI menyeret para petani ke meja hijau dengan dalih metode penangkaran itu telah dipatenkan PT BISI. "Padahal yang dipatenkan hanya varietasnya saja, bukan metodenya,"kata Dawud.

Namun, PN Kabupaten Kediri tetap memutuskan menjatuhkan pidana kepada keenam petani itu dengan tuduhan berbeda-beda. Untuk terdakwa Dawam, Slamet dan Kusen, dijatuhi hukuman percobaan 3 bulan. Sedangkan Djumadi terpaksa mendekam di rumah tahanan selama satu bulan dan bebas setelah mendapat remisi tahunan 3 hari.

Djumadi mendapat hukuman paling berat karena berprofesi sebagai penjual bibit baru kepada para petani. Sedangkan untuk Tukirin dan Suprapto dijatuhi hukuman percobaan satu tahun oleh PN Nganjuk. Selain itu PN Kediri juga melarang keenam petani itu menanam jagung dan melakukan penangkaran bibit jagung lagi. "Dengan vonis dan hukuman itu, berarti hukum telah memasung kretaifitas dan daya inovasi warga negera. Padahal seharusnya negera mendukung proses kemandirian warga negara termasuk para petani,"kata Dawud.

Dwidjo U. Maksum

Dimuat pada : Minggu, 28 Agustus 2005 | 17:33 WIB


Sumber berita:

www.tempointeraktif.com.

www.fajar.com

Berita Investigasi Nasional Fatahillah, Edisi 18, 23 Agustus-04 September 2005.

Tidak ada komentar: