21 Juni 2008

Kronologi Kasus Jagung BISI Kediri

Budi Purwo Utomo bin S. Soewono

Profil: Budi Purwo Utomo adalah putra seorang pegawai Dinas Pertanian Kab. Kediri. Lahir tahun 1974 dan tinggal di Ds. Turus Kec. Gampengrejo. Pendidikan terakhir Fakultas Hukum Univ. Jember, walaupun ia adalah seorang sarjana hukum tapi ia begitu tertarik sekali dengan dunia pertanian yang akhirnya mengadakan percobaan penanaman bibit jagung yang dibuat sendiri. Budi Purwo Utomo menikah pada tahun 2004 dengan alumni Fak. Ekonomi Univ. Budi Utomo Surabaya yang saat ini istrinya sedang mengandung anaknya yang pertama. Pada saat ini Budi sedang menjalani proses peradilan di Pengadilan Negeri kediri, ia sudah mulai disidangkan sejak tanggal 27 September 2005, dan persidangan Budi ini digelar setiap hari Selasa.

Budi mulai melakukan eksperimentasi pembenihan jagung sekitar tahun 2003 di ladangnya sendiri (ilmu ini didapatnya dari membaca buku tentang pemuliaan tanaman) dan percobaan itu berhasil, kemudian ia coba mengembangkan percobaannya lagi di lahannya yang disewa di daerah Tulungagung dengan penggarap adalah Heru yang diajukan ke pengadilan oleh PT BISI (Saat proses persidangan di Pengadilan Negeri Tulungagung). Ia memberikan benih kepada petani di Jabang Keras Kediri yaitu pak Dawam, pak Kusen, pak Slamet (masing-masing dari beliau mendapatkan hukuman 1.6 tahun percobaan) dan pak Jumidi (penjara selama 1 bulan) selaku penyalur benih, akan membeli hasil panen benih tersebut dengan harga Rp. 1.500 per kilogram gelondong basah.

a. Sejarah Benih dan ciri-cirinya

Sebagaimana Budi ceritakan, benih yang didapatnya itu berasal dari hasil panen biasanya yang diperoleh dari lahan bapaknya yang juga bertani, dan benih ini merupakan hasil keturunan dari benih sebelumnya selama berkali-kali (benih Urakan, begitu menurut istilah penduduk setempat untuk menyebut benih lokal), sehingga benih inipun dari kemurnian varietasnya juga diragukan, mengingat saat tanam di sawah dimungkinkan terjadi proses perkawinan silang dengan jagung jenis lain yang ada disekitarnya.

Dari pengetahuannya yang dipelajarinya dari buku dan pengalaman orang tuanya, Budi memulai bereksperimentasi dari benih yang ada saat panen datang. Kemudian ia mulai menyeleksi jagung hasil panen itu berdasarkan dari ciri buahnya yang ia anggap bervariasi itu, dari hasil seleksi itu, ia menggolongkan ada 2 jenis buah jagung yang menurutnya jika disilangkan akan membuat hasil baru dari penggabungan 2 sifat induknya yaitu bertongkol besar dengan biji pipih besar, berbaris rapat dan berpohon besar kokoh tinggi, berdauan pendek besar erect (berdiri), (kategori ini menurut Budi diasumsikan kategori jenis jagung jantan) dan jenis bertongkol agak kecil dengan biji bulat, berbaris renggang dan berpohon kecil rendah, berdaun kecil panjang melengkung (menurut asumsi Budi ini adalah kategori jagung betina, namun kedua hal itu bisa dibolak-balik sesuai dengan keinginan kita) sehingga dengan menyilangkan kedua jagung itu, menurutnya kedua sifat itu akan bersatu dan menghasilkan campuran keduanya dengan ciri tongkol besar, biji besar, barisan rapat, batang kokoh, daun besar melengkung. Dari hasil yang disilangkan dilahannya sendiri yang berada dirumahnya ia dapat berhasil dan dapat diperolehnya jagung sesuai dengan yang diharapkannya.

b. Cara Eksperimentasi

Benih lokal sebenarnya tidak kalah dengan benih berlabel yang dianggap mempunyai mutu lebih unggul. Hanya karena benih berlabel didatangkan dari luar negeri, citra bahwa benih luar negeri selalu lebih baik dari benih dalam negeri.

Menurut teori yang didapatkan Budi dari buku yang ia peroleh dari perpustakaan, ada beberapa cara pemuliaan tanaman dan teori ini sudah dikembangkan sejak 2 abad yang lalu di Amerika. Adapun teori yang ia peroleh dari buku itu adalah dengan sistem tanam 1 (satu) baris jagung jantan dan 4 (empat) baris jagung betina, begitu seterusnya. Dan ketika nanti jagung berumur 60-65 hari atau masa bunga, jagung betina dalam hal ini 4 baris tadi bunga jantan atau bunga atas dicabut dan jagung jantan, dalam hal ini adalah 1 baris tadi dibiarkan saja. Dalam pengairan dan pemupukan sama perlakuannya dengan biasanya. Dari proses ini dihasilkan jagung campuran dari kedua induk tadi.

c. Dituntut PT BISI

Setelah berhasil dengan percobaan pembenihan jagung di rumahnya, Budi rupanya ingin mengembangkan penemuanya itu menjadi lebih besar, maka ia mulai menyewa lahan di daerah Ngantru Tulungagung untuk mengadakan percobaan Pembenihan jagung, maka disuruhlah Heru, petani asal Tulungagung itu untuk menggarap lahannya, pertimbangannya saat itu adalah karena rumah Budi dan lahan yang terlalu jauh. Saat tanam sampai saat cabut bunga tidak bermasalah sampai akhirnya sebelum jagung itu dipanen dilaporkanlah percobaan pembibitan itu oleh karyawan lapang PT BISI.

Proses persidangan di PN Tulungagung ia jalani selama berbulan-bulan dan petani penggarap itu sebagai saksinya, dari proses peradilan itu Budi divonis bebas dan tidak bersalah. Selama proses peradilan itu pihak dari PT BISI sendiri pernah juga mengerahkan satu Bis preman untuk mengintimidasi pihak pengadilan dan PH Budi yang saat itu didampingi oleh tim LKPH (Laboratorium Konsultasi dan Pelayanan Hukum) Universitas Muhammadiyah Malang. Tuduhan yang dialamatkan pada Budi dari PT BISI adalah sertifikasi tanpa ijin, pemalsuan merk dan cara tanam yang menjiplak (meniru) milik PT BISI (padahal itu ada di buku).

Setelah masa peradilan di PN Tulungagung selesai, namun tidak berhenti sampai disitu saja, karena meliputi 2 wilayah hukum yaitu di kabupaten Kediri (rumah Budi) dan kab. Tulungagung (tempat dimana Budi mananam jagungnya), maka setelah lolos dari sana Budi harus menghadapii proses peradilan di PN kabupaten Kediri.

Sebelum proses persidangan digelar, dalam penantian proses persidangan selama beberapa bulan, Budi dikenakan wajib lapor setiap Kamis di Kejaksaan Negeri Kediri. Beberapa bulan kemudian, tepatnya tanggal 27 September 2005 Budi bersidang untuk yang pertama kalinya di Pengadilan Negeri Kediri. Sampai saat ini proses peradilan Budi hampir mendekati pada proses putusan. Selama itu pula dari kasus yang dialami oleh Budi mendatangkan banyak simpati dari berbagai kalangan, terutama yang bergerak dalam bidang kemanusiaan atau sosial serta kalangan mahasiswa dan petani. Pernah pula bersamaan dengan hari tani tanggal 27 September 2005 (yang sebenarnya hari Tani jatuh pada tanggal 24 September) para elemen yang ada di Kediri yang terdiri dari para petani, LSM dan Mahasiswa menggelar aksi untuk menyuarakan aspirasi mereka di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di Kediri yang berkenaan dengan hal-hal yang mereka alami saat ini, berbagai kasus yang menimpa petani termasuk kasus penuntutan oleh PT BISI (Benih Inti Subur Intani) Kediri terhadap para petani, setelah dari DPRD mereka bergerak ke Pengadilan Negeri Kabupaten kediri untuk memberikan dukungan atas persidangan Budi (yang saat itu bertepatan dengan hari persidangan kasus ini).

Dukungan dan simpati terus bermunculan dari LSM yang peduli petani, para petani sendiri dari berbagai wilayah di Kediri baik kota atau kabupaten, serta tidak lupa dukungan dari elemen mahasiswa tetap solid, mereka terus menyuarakan tuntutannya di DPRD kab. Kediri, dalam beberapa kali sidang pun mereka mendatangi secara beramai-ramai Pengadilan Negeri kab. Kediri, bahkan waktu mendekati putusan pengadilan mereka semakin inten untuk mendatangi lembaga Peradilan ini. Tidak hanya berhenti disini mereka mengajukan ide yaitu penggalangan tanda tangan walau secara personal kepada individu se-Indonesia yang dimotori oleh KIBAR.

Menjelang detik-detik putusan pengadilan mereka semakin merapatkan barisan dan aktif menggelar aksi di Pengadilan Negeri kab. Kediri untuk memberikan dukungan moral, bahkan saat itu sampai Budi pun ikut ber-orasi di depan pintu Pengadilan, sehingga ini semakin membuat gelombang massa tambah bergolak, ujung-ujungnya massa yang kebanyakan adalah petani masuk ke dalam ruang persidangan sambil membawa poster yang berisi “JANGAN KRIMINALKAN PETANI”, STOP PENANGKAPAN TERHADAP PETANI”, “JANGAN BUNUH KREATIFITAS PETANI”, “PETANI ADALAH PAHLAWAN PANGAN” dan banyak poster lainnya, mereka menunjukkan itu ke arah Hakim. Walau massa makin tak terkendali tapi saat itu tidak ada tindakan anarkis, mereka sangat tertib dalam barisan, dan masuk ke ruang sidang tanpa menimbulkan suara yang bisa mengganggu proses persidangan. Akhirnya persidangan ditutup lagi oleh Suharto selaku hakim ketua, padahal persidangan baru saja dibuka. Dan meskipun saat itu tidak ada kepastian kapan akan di putuskan perkaranya, rupanya walau berselang sekitar 1 minggu, ternyata ini tidak menyurutkan niat kawan-kawan petani untuk mendatangi lagi Pengadilan Negeri. Dengan tetap solid mereka berorasi didepan di pelataran Pengadilan Negeri Kediri, pertimbangan saat itu adalah massa tidak mau mengganggu pihak lain yang sedang bersidang. Dengan tetap dalam kawalan ketat pihak kepolisian Polres kediri, mereka masuk lagi kedalam ruang persidangan dengan tertib, tanpa mengganggu proses sidang, tanpa ada tindakan anarkis, dengan tetap membawa poster yang dibentangkan di dalam ruang sidang. Namun saat itu persidangan tetap di teruskan. Keputusan yang di terima Budi saat itu adalah di nyatakan bersalah dan di hukum 1 tahun percobaan.

Dengan semangat yang ada, Budi menyatakan bahwa dia akan naik banding ke Pengadilan Tinggi karena dengan kasus yang sama, di Pengadilan Negeri kab. Tulungagung dia di putus bebas tapi di Kediri di putus bersalah.

1 tahun kemudian putusan dari Pengadilan Tinggi Surabaya turun dan isi dari putusan itu adalah menguatkan putusan Pengadilan Negeri kab. Kediri. Dengan tidak pernah putus asa dia mengajukan lagi kasusnya sampai tingkat Mahkamah Agung Republik Indonesia, kini keputusan itu belum jelas.

Kita tunggu saja kejelasannya dengan tetap berjuang untuk melawan ketidak adilan di bumi Indonesia ini. Kalau selamanya petani tidak boleh kreatif apakah kita akan jadi buruh di negeri sendiri..??? pangkal dari semua ini adalah karena pemerintah melindungi kepentingan negara-negara investor, dengan menerbitkan UU no 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, UU tentang Perlindungan Varietas Tanaman. UU tentang Hak Paten. Maka UU ini harus segera di revisi agar berpihak kepada petani. Apakah pemerintah akan menunggu korban-korban lain untuk merevisi UU ini? Apakah pemerintah masih menjadikan petani sebagai “Tumbal” untuk melindungi kepentingan pemodal?

Kemudian, melihat realita yang seperti ini, hal konkrit apa yang akan kita lakukan untuk memberikan dukungan pada petani......?????

Penulis adalah koordinator bidang Advokasi LSM Kediri bersama Rakyat (KIBAR) Kediri


Tidak ada komentar: