21 Juni 2008

Seorang Petani Benih Jagung Kediri Dituntut 2 Kali oleh PT. BISI


Pak Suyadi, begitulah petani ini disapa akrab oleh tetangga sekitarnya. Ia seorang petani kecil yang tinggal di desa Pule kec. Kandat kab. Kediri. Ia memiliki seorang istri dan 3 orang anak, yang 2 diantaranya sudah wisuda dari perguruan tinggi di Kediri dan Surabaya, seorang lagi membantunya bekerja di sawah. Pak Suyadi hanya memiliki tanah yang luasnya tidak ada ½ hektar.

Kasus ini berawal dari kreatifitas beliau untuk menyilangkan jagung yang ada di sekitarnya karena petani sering kali menanamnya, berpikir daripada sering beli terus di toko dan harganya mahal, maka berbekal dengan ilmu pengetahuan yang pernah di dapatkan ketika kerja sama pembenihan dengan PT. BISI, mulailah ia bekerja dengan ide kreatifnya.

Di tahun 2005, ia mulai mencoba untuk mengawinkan jagung yang ada dilapangan. Seperti biasanya kalau petani panen jagung ia pasti menjualnya keseluruhan dan hampir tak ada bekas, kemudian untuk tanam berikutnya ia beli lagi. Nah untuk kali ini, dia tidak membelinya tapi hanya sekedar membeli jagung dari temannya sesama petani, ya itung-itung ngirit pengeluaran untuk tanam karena saat itu benih di toko harganya sudah mencapai Rp 15.000,00 – Rp 30.000,00 per kilogram, namun dia membeli dari temannya sekitar Rp 5.000,00 per kilogram itu pun bayarnya setelah panen.

Dengan jagung hasil pembeliannya ini, beliau mulai menanam jagungnya dengan teknologi tertentu, yaitu 1 baris jagung yang ia anggap jantan dan 4 baris jagung yang ia anggap betina, begitu seterusnya. Setelah jagung mulai berbunga dan bunga sebelum pecah, beliau mencabut bunga jantan pada jagung yang dianggap sebagai jagung betina tadi dan membiarkan bunga jantan pada jagung lainnya. Menurutnya dengan cara seperti itu akan terjadi penyerbukan silang pada jagung yang dianggap betina tadi. Setelah tua dan siap di panen, jagungpun di seleksi, jagung yang tidak dicabut bunganya ia panen duluan dan dipisahkan dengan jagung yang dicabut bunganya tadi. Nah dari jagung hasil silangan tadi, yang dibuat untuk benih dan ditanam kembali adalah biji jagung betina yang dicabut bunganya tadi. Dari percobaan ini, ternyata mampu mempertahankan kualitas jagung, sehingga petani bisa menanam jagung ini berulang kali dengan teknologi seperti ini.

Salah satu budaya petani adalah budaya getok tular (kabar dari mulut ke mulut), ternyata jagung hasil produksi pak Suyadi dengan teknologinya ini tersiar dikalangan petani, tidak hanya tetangga sendiri tapi juga sampai pada petani lain. Dari informasi teman-temannya ini akhirnya pak Suyadi memproduksi benih “ciptaanya” lebih besar dan menjualnya ke sesama petani. Nah, dari ide kreatif pak Suyadi untuk menyilangkan jagungnya dan sekaligus untuk mendapatkan input ekonomi yang agak besar karena harga jagung konsumsi saat itu hanya Rp 800,00 per kilogram, sebuah perusahaan benih multinasional di Kediri yang bergerak di bidang pembenihan untuk sayur, palawija dan obat-obatan dan merupakan anak cabang dari Charoon Pokphand yaitu PT. BISI langsung mengeklaim kalau benih yang dikembangkan pak Suyadi adalah benihnya yaitu BISI-2 dengan merk dagang cap kapal terbang. Di lapang memang benar, benih jagung hasil ujicoba pak Suyadi memiliki tongkol 2 jika ditanam, tapi apakah ini merupakan indikasi bahwa jagung itu mesti milik perusahaan? Padahal jagung bisa bertongkol lebih dari 2 atau bahkan sampai 5 tongkol, ini terkait dengan input yang dipakai petani saja dalam menanam jagung itu? sementara belum ada uji laboratorium dan bahkan uji genesis kalau jagung itu memang benar milik perusahaan.

Tapi, ya namanya petani yang identik dengan keluguannya dan ketidak tahuannya tentang hukum sehingga ia mau saja ketika polisi menggelandang ke kantornya setelah mendapatkan laporan dari bagian lapang perusahaan benih itu. Setelah barang bukti berupa tanaman jagung yang masih kecil sejumlah 4 batang, 2 batang yang dianggap jagung betina dan 2 batang yang dianggap jagung jantan sebagai barang bukti (sebenarnya saat itu jagung masih kecil, dan terlalu dini untuk dijadikan bukti kalau jagung ini akan disilangkan). Namun polisi tetap membawanya dan kasusnya dilimpahkan ke Kejaksaan Kediri.

Waktu bersidang pun tiba, saat itu pak Suyadi tidak didampingi oleh pengacara atau siapapun, karena saat itu belum ada informasi tentang kasus ini di media, namun hanya anaknya yang senantiasa menemani dalam proses persidangannya. Akhirnya dalam beberapa kali sidang saja usai sudah persidangan pak Suyadi di Pengadilan Negeri Kediri. Tuduhan yang diajukan oleh jaksa saat itu adalah pemalsuan benih jagung, sertifikasi jagung liar dan meniru metode tanam milik PT. BISI. Padahal pak Suyadi tidak tahu apa itu sertifikasi, niatnya hanya tanam jagung saja tidak untuk sertifikasi, dia juga tidak memalsukan benih jagung karena dia tidak memakai merk BISI-2, dan dia merasa tidak meniru cara tanam milik BISI karena pembenihan jagung memang seperti itu. Kalau memang cara tanam ini sudah dipatenkan oleh BISI, kenapa BISI tidak menuntut Pioner saja karena teknologinya sama persis. Dengan dasar UU no. 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, tepatnya bulan Agustus tahun 2005, dalam putusan sidang yang dibacakan hakim saat itu, ia mendapatkan hukuman Penjara 14 hari. Menurut pengakuannya, hal ini di karenakan pak Suyadi mendapat tekanan dari jaksa dan hakim saat itu agar mengakuinya daripada lama-lama dan menambah kesulitan.

Sebenarnya pada saat pak Suyadi masuk ke penjara pada bulan dan tahun yang sama, disana ada juga petani yang di penjarakan oleh PT. BISI yaitu pak Jumidi asal desa Jabang kec. Kras kab. Kediri dengan jeratan yang sama yaitu UU no. 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman. Namun yang membedakan adalah pak Jumidi mendapat hukuman selama 30 hari dengan remisi 3 hari.

Pasca keluar dari penjara, pak Suyadi rupanya tidak kunjung jera juga ia mulai menyilangkan jagung lagi. Dan di awal tahun 2006 ia di tangkap lagi oleh polisi dengan kasus yang sama yaitu menyilangkan jagung secara liar dan di jerat dengan UU no.12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman. Setelah berkasnya masuk ke kejaksaan Kediri, maka ia pun kembali di sidangkan pada bulan Oktober 2006.

Sekali lagi pada sidang yang ke-2 kalinya ini pak Suyadi tidak di dampingi oleh pengacara. Sebenarnya saat itu oleh LSM Kediri Bersama Rakyat (KIBAR) yang saat itu disampaikan langsung oleh penulis, pak Suyadi ditawari untuk didampingi pengacara, namun beliau tidak mau dan bertekat akan menghadapi sendiri persidangannya.

Penulis yang juga anggota Kibar saat itu hanya mendampingi di luar Pengadilan saja karena kita tidak mungkin memaksakan petani korban, dan berupaya untuk menggali dukungan melalui kawan-kawan dan organisasi yang peduli akan kasus petani kecil yang di kriminalkan oleh perusahaan ini. Dukungan support mental dan pressure ke Pengadilan Negeri Kediri dengan menghadirkan petani lain untuk turut serta melihat persidangan di Pengadilan, rupanya cukup memberikan pengaruh yang besar bagi keputusan hasil sidang pak Suyadi. Walau masih diputus bersalah dan mendapatkan hukuman percobaan 6 bulan, ini masih merupakan hasil yang positif, dan terbukti dari keputusan ini kalau dasar hukum yang digunakan oleh jaksa masih lemah. Menurut logika hukum, jika kasus yang sama diulangi kembali oleh terdakwa, maka hukumannya akan menjadi lebih berat..tapi yang terjadi sebaliknya pak Suyadi hanya mendapat percobaan 6 bulan, artinya ini lebih ringan daripada penjara 14 hari.

Menyikapi hal ini Jaksa Penuntut Umum yaitu Suhartatik S.H. M. Hum. tidak tinggal diam, seminggu kemudian ada kabar kalau jaksa naik banding ke Pengadilan Tinggi Surabaya. Kabar itu pun sebenarnya tidak diperoleh melaui surat dari Pengadilan Negeri kab. Kediri tapi hanya berupa lisan saja dari Panitera. Setelah 3 minggu kemudian baru ada surat pemberitahuan dari Pengadilan mengenai banding ini.

1 tahun kemudian, bulan November 2007, keputusan hakim Pengadilan Tinggi Surabaya keluar yang isinya keputusannya menguatkan keputusan hakim Pengadilan Negeri kab. Kediri.

Bulan Pebruari 2008, akhirnya secara tidak terduga Jaksa Penuntut Umum (JPU) Pengadilan Negeri kab. Kediri mengajukan kasusnya ke Mahkamah Agung Republik Indonesia. Dan saat ini berkas pengajuan perkara itu sudah sampai kesana. Kita tunggu kaputusan berikutnya apakah di menangkan oleh petani atau pemodal yang dilindungi oleh hukum..

Banyak petani benih jagung di Kediri dan Nganjuk yang diajukan ke Pengadilan dan dipenjarakan, apakah pemerintah menunggu korban berikutnya lagi?? Lupakah anda bahwa anda tidak akan pernah makan jika tidak ada petani??

Penulis adalah koordinator bidang Advokasi LSM Kediri Bersama Rakyat (KIBAR) Kediri

7 komentar:

Prabusakti mengatakan...

kelanjutan kasusnya setelah dari MA bagaimana pak? penasaran saya. semoga petani Indonesia semakin sejahtera!

Dian Pratiwi Pribadi mengatakan...

Buat Pak Ahmad Saifuddin,

MA memutuskan tidak merubah keputusan Pengadilan Negeri Kediri.
Saya juga mengaminkan doa anda!
Silahkan berkunjung di www.kibar-kediri.blogspot.com untuk kasus petani-petani yang lain.

Unknown mengatakan...

mslhny yg di silangkan itu jgungny siapa pk,yg di pke buat induk itu,klo pny sndiri ya gpp,tp klo pny prusahaan ya ngkui atau tdk ttp aj nm ny pmbjakan,klo mslh pola tnam itu sah sah aj,krna cra mnyilang jgung emang sprti itu,

Anonim mengatakan...

ke mana tuh HKTI, kok diayomin sih anggotanya ??? jangan cuma urusin politik saja

petani berdasi mengatakan...

Pemodal selalu berlindung dibalik kaca....
Apa kata dunia hukum ini ...

Unknown mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Anonim mengatakan...

cina komunis penjajah