13 Juni 2008

Renungkan

Aku dilahirkan oleh ibuku 27 tahun lalu tepatnya pada tahun 1981, di sebuah kota kecil di Jawa Timur yaitu Kediri. Rumah tempat aku lahir sekarang di huni oleh nenekku, ibuku, pak Lik dan bu Lik serta adikku. Aku di lahirkan sebagai anak pertama dengan seorang adik laki-laki. Namun ayahku tergolong tidak tanggung jawab, ia meninggalkan ibu-ku sendirian ketika adikku masih dalam kandungan berusia 7 bulan dan saat itu ketika umurku masih 4 tahun.
Sejak kecil aku terbiasa dengan hidup tidak mampu dan apa adanya. Dulu, nenekku punya sawah yang luas dan kebun yang luas pula sehingga waktu itu, aku masih teringat kalau nenekku tidak pernah membeli beras di toko-toko ataupun di pasar, bahkan sayur-sayuran pun bisa dicukupi sendiri, waktu itu hanya gula, garam, bawang merah dan putih saja yang beli tapi lainnya tidak. Tiap kali nenek panen hasil sawah, maka dapat dipastikan kalau rumah bagian belakang penuh dengan padi, jagung, ketela, pisang dan hasil panen lainnya. Nenek punya lahan yang luas bukan berarti dia membeli dan tuan tanah tapi ia mendapatkan warisan yang banyak dari mendiang kakek buyutku. Seiring dengan jalannya waktu, lahan persawahan dan perkebunan yang di miliki oleh nenekku itu mulai dibagikan kepada adik-adiknya walau mereka bukanlah saudara kandung tapi hanya saudara tiri, anak yang di miliki oleh istri kakek buyutku tapi bukan anaknya kandung melainkan anak dari suami yang lalu. Sawah dan kebun yang berhektar-hektar itu mulai di bagikan, ujung-ujungnya nenekku hanya mendapatkan sebidang sawah kecil yang oleh nenekku coba ditanami dengan sayur, dan itu pun sekarang diambil oleh adiknya lagi. Nenekku tidak punya apa-apa lagi kecuali hanya sebidang tanah yang sekarang di huni oleh saudaraku itu.
Untuk menyambung hidup nenekku tetap kerja disawah dengan menyewa lahan yang ditanami sayur dan ibu hanya sebagai buruh tani di desaku, di lahan pertanian yang hampir musnah itu.
Ironisnya lahan persawahan yang dibagi-bagikan oleh nenekku untuk adik-adiknya tadi mestinya untuk menanam padi dan palawija itu, justru tanah itu di jual semua oleh mereka. sawah dan kebun itu kini ditanami batu, semen dan bata untuk perumahan. Sekarang ketika musim panen tiba dulu aku sering ke sawah untuk bantu angkut panenan kini itu sekarang tinggal kenangan indah saja...semua sudah sirna, lahan sawah dan kebun yang hijau itu kini menjadi panas dan kering...sungai yang dulu mengalir sangat jernih dimana aku dulu sering mandi disana ketika pulang dari sawah, kini air itu mengalir hitam kecoklatan, sampah ada dimana-mana, keruh, bau, kotor dan gatal bila kena kulit..sawah yang hijau itu kini sudah nyaris tiada lagi di kotaku karena keganasan pemerintah yang memberikan kebijakan kepada investor untuk dijadikan perumahan bagi orang kaya.
Tak tahukah kamu bahwa kami menderita karena kebijakanmu..
Tak sadarkah kamu bahwa apa yang kamu makan itu adalah hasil jerih payah nenekku...
Kami petani yang tidak pernah di hargai dan di perhatikan...
Dimana hatimu hai "Penguasa"..????